Istitha’ah: Lebih dari Sekadar “Mampu” Berangkat Haji
Saya masih ingat betul waktu pertama kali ikut manasik haji di kampung. Ustaz pembimbing waktu itu bilang, “Haji itu wajib bagi yang mampu, tapi kemampuan itu bukan cuma soal uang.”
Kalimat itu baru benar-benar saya pahami setelah membaca berita tentang Arab Saudi yang memperketat syarat kesehatan jamaah haji mulai 2026.
Banyak orang berpikir, kalau tabungan sudah cukup dan antrean sudah sampai, berarti sudah “mampu”. Padahal, dalam konsep istitha’ah, kemampuan itu juga mencakup jasmani, ruhani, bekal, dan keamanan.
Artinya, kalau kondisi kesehatan tidak memungkinkan, maka seseorang dianggap tidak wajib berhaji sampai dia benar-benar pulih.
Mengapa Kesehatan Jadi Syarat Utama Istitha’ah?
Saya sempat menemani saudara saya yang gagal berangkat haji tahun lalu karena tekanan darahnya mendadak tinggi saat pemeriksaan akhir. Rasanya campur aduk: kecewa, sedih, tapi juga pasrah.
Waktu itu dokter bilang, “Berangkat dalam kondisi begini bisa membahayakan nyawa.”
Itulah mengapa kesehatan menjadi aspek penting dalam penilaian istitha’ah. Bayangkan, ibadah yang membutuhkan kekuatan fisik luar biasa — dari thawaf, sai, wukuf di Arafah, hingga perjalanan panjang di bawah panas 40°C — tentu tidak bisa dilakukan dengan tubuh yang lemah.
Daftar 11 Penyakit yang Tidak Memenuhi Istitha’ah Kesehatan Haji
Berdasarkan Permenkes No. 15 Tahun 2016 dan panduan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), berikut 11 penyakit yang membuat seseorang dinyatakan tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan:
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Derajat IV
Biasanya dialami perokok berat atau orang yang sering terpapar polusi. Gejalanya sesak napas parah dan dada terasa berat.
Bayangkan melakukan ibadah haji dalam kondisi ini — tentu sangat berisiko.
2. Gagal Jantung Stadium IV
Pasien di tahap ini sering kesulitan bernapas bahkan saat duduk. Aktivitas ringan saja membuat lelah luar biasa.
Ibadah haji yang penuh mobilitas jelas bukan untuk kondisi seperti ini.
3. Gagal Ginjal Kronis (CKD) Stadium IV
Pasien yang sudah rutin menjalani hemodialisis atau peritoneal dialisis tidak memenuhi syarat.
Proses cuci darah dan risiko komplikasi menjadikan perjalanan jauh sangat berbahaya.
4. AIDS Stadium IV dengan Infeksi Oportunistik
Karena daya tahan tubuh sangat rendah, risiko infeksi berat saat di Tanah Suci bisa mengancam keselamatan.
5. Stroke Hemoragik Luas
Kondisi ini menyebabkan gangguan gerak atau fungsi tubuh.
Selain risiko medis tinggi, pasien stroke berat sulit mandiri dalam menjalani rukun-rukun haji.
6. Skizofrenia Berat
Gangguan jiwa berat seperti skizofrenia bisa membuat penderita berperilaku tak terduga dan membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
7. Demensia Berat
Penurunan fungsi kognitif dan memori membuat penderita sulit memahami instruksi atau mengingat lokasi, berpotensi tersesat saat ibadah.
8. Retardasi Mental Berat (IQ <70)
Keterbatasan kemampuan adaptasi dan komunikasi membuat pelaksanaan ibadah haji menjadi tidak mungkin dilakukan tanpa pengawasan intensif.
9. Kanker Stadium Akhir (Keganasan Stadium Lanjut)
Pada tahap ini, sel kanker biasanya sudah menyebar ke organ lain.
Risiko kambuh atau komplikasi sangat tinggi selama perjalanan dan ibadah.
10. Tuberkulosis Tahan Semua Obat (TDR-TB)
TBC jenis ini sangat menular dan sulit diobati. Demi keselamatan jamaah lain, penderita tidak diperbolehkan berangkat.
11. Sirosis atau Hepatoma Decompensata
Kerusakan hati berat ini sering menimbulkan perdarahan saluran cerna.
Dalam kondisi ekstrem seperti haji, risikonya bisa fatal.
Pengalaman yang Mengubah Cara Pandang Saya
Beberapa tahun lalu, saya pernah bertemu seorang bapak berusia 67 tahun di klinik pemeriksaan haji. Beliau bilang, “Saya nggak apa-apa kok, cuma sesek dikit.”
Tapi hasil pemeriksaan menunjukkan ada masalah jantung yang cukup serius. Akhirnya beliau tidak diizinkan berangkat tahun itu.
Awalnya beliau kecewa berat, tapi beberapa bulan kemudian saya dengar kabar beliau dirawat di rumah sakit karena serangan jantung.
Waktu itu saya benar-benar sadar, larangan berangkat bukan hukuman, tapi perlindungan.
Menyiapkan Diri Sejak Dini: Sehat Itu Bagian dari Ibadah
Bagi saya, pelajaran terbesar dari aturan ini adalah: menyiapkan fisik untuk ibadah haji tidak bisa dilakukan mendadak.
Minimal satu tahun sebelum berangkat, calon jamaah sudah mulai:
-
Cek kesehatan rutin. Jangan tunggu sakit dulu.
-
Latihan jalan kaki 3–5 km setiap hari. Simulasi kondisi saat thawaf atau sai.
-
Atur pola makan. Kurangi makanan tinggi lemak dan garam.
-
Berhenti merokok. Paru-paru sehat adalah aset penting.
-
Kelola stres dan perkuat mental. Karena haji juga ujian kesabaran.
Saya pribadi mulai menerapkan gaya hidup lebih sehat karena terinspirasi dari cerita jamaah-jamaah yang gagal berangkat akibat sakit. Kadang, kita baru sadar pentingnya sehat ketika sudah di ujung batas kemampuan tubuh.
Ketika “Tidak Wajib” Bukan Berarti “Tidak Mulia”
Dalam Islam, seseorang yang tidak memenuhi istitha’ah tidak dibebankan kewajiban haji.
Namun bukan berarti ia kehilangan pahala — bahkan, keikhlasan menerima keadaan itu juga bentuk ibadah.
Jika suatu saat kondisi membaik, niat bisa dilanjutkan. Atau, bisa juga melaksanakan haji badal, yaitu diwakilkan kepada orang lain yang sehat.
FAQ tentang Istitha’ah Kesehatan Haji
1. Apa itu istitha’ah?
Istitha’ah berarti kemampuan untuk menunaikan ibadah haji dari sisi fisik, mental, finansial, dan keamanan.
2. Siapa yang menilai istitha’ah kesehatan?
Penilaian dilakukan oleh tim medis haji yang ditunjuk Kementerian Kesehatan.
3. Jika tidak memenuhi istitha’ah, apakah bisa memaksa berangkat?
Tidak disarankan, karena bisa membahayakan diri sendiri dan jamaah lain.
4. Apa solusi jika tetap ingin berhaji tapi sakit berat?
Bisa dengan haji badal (diwakilkan kepada orang lain).
Penutup: Sehat Itu Amanah, Bukan Sekadar Syarat
Bagi saya, peraturan tentang istitha’ah kesehatan haji bukan sekadar daftar larangan, tapi pengingat bahwa tubuh ini juga titipan.
Menjaga kesehatan berarti mempersiapkan diri untuk beribadah dengan sempurna.
Jadi, sebelum mempersiapkan koper dan perlengkapan haji, yuk siapkan dulu tubuh dan niat kita. Karena berangkat ke Tanah Suci bukan hanya soal mampu berangkat — tapi juga mampu menuntaskan ibadah dengan selamat dan khusyuk.
Post a Comment for "11 Penyakit yang Membatalkan Istitha’ah Haji: Pelajaran Berharga tentang Sehat Sebelum Berangkat ke Tanah Suci"